Selamat Datang di Blog Serba-Serbi Knowledge Management

"Serba-serbi Knowledge Management adalah wadah informasi mengenai knowledge management yang sedang berkembang saat ini di Indonesia. Menyajikan teknik-teknik knowledge sharing dan membangun budaya learning organization yang benar. Cocok bagi mahasiswa, calon karyawan dan pemimpin perusahaan."

9 Agu 2010

Resource Based View (RBV) dan Best Practice Sharing

Resource Based View (RBV) menerapkan KM untuk mencari faktor-faktor untuk mendorong akumulasi, dan penyebaran best practice sebagai knowledge dan kapabilitas rutin yang khas untuk mencapai kinerja yang efektif dan keunggulan pelayanan secara jangka panjang. Menurut pendekatan RBV, sumber daya dan kapabilitas merupakan tiang-tiang bangunan utama pada strategi organisasi (Carpenter & Sanders, 2007).

Sumber daya merupakan pendukung perusahaan untuk menciptakan produk dan delivery layanan. Perusahaan mempunyai sumber daya tertentu yang berwujud, seperti tenaga kerja yang terampil dan tak terampil, serta dana. Akan tetapi, ada pula sumber daya lain tidak berwujud yang khusus dibangun perusahaan untuk menjadi drivers bagi layanan yang berkualitas, seperti praktik terbaik tentang pengamanan pada aliran listrik ke pelanggan (studi kasus PLN).

Sedangkan kapabilitas adalah keterampilan dalam menggunakan sumber daya di atas dalam menciptakan produk dan jasa, atau kompetensi sebagai alternatif konsep kapabilitas. Kapabilitas dapat dimiliki oleh setiap individu, dan dapat pula diciptakan untuk berakar (embeddedness) pada organisasi yang mencakup banyak orang, seperti kebiasaan, pedoman, best practices dan rutinitasi sehingga kapabilitas tersebut dapat melembaga.

Kapabilitas juga merupakan kombinasi antara pedoman atau prosedur dan keterampilan karyawan dalam mewujudkan kegiatan yang khas utnuk menciptakan produk dan jasa yang unggul.

Pendekatan Resource Based View (RBV) yang telah banyak dipaai sebagai topik penelitian lebih mempunyai fokus pada sifat resource yang semakin heterogen (seperti aneka ragam best practices) yang membawa keunggulan daya saing atau faktor kualitas sumber daya internal yang tidak dapat ditiru, tidak dapat diganti, dan jarang dijumpai di antara pesaing.

Berdasarkan perspektif KM, sumber daya internal disebut sebagai repository of knowledge resource and capabilities, yang terdiri dari ekspertis dan pengalaman individu, rutin dan proses, atau cara melayani konsumen, dan semua itu diupayakan agar tercipta secara khas dalam doing things yang unggul pada perusahaan. Dalam hal ini, doing things yang khas adalah antara lain best practices.

Di China, masalah doing things dalam best practices tergolong masalah standardisasi yang penting untuk menjalankan kegiatan perusahaan dengan baik. Oleh sebab itu, standardisasi merupakan program nasional yang sangat ekstensif di China (de Vries, 2006). Pada akhir 2003, China telah memiliki 20.226 standard nasional yang diadaptasi dari standard internasional, 32.000 standar profesional, lebih dari 11.000 standar lokal dan lebih dari 860.000 standar perusahaan-perusahaan (Wen, 2004). Standardisasi dalam praktik bisanis pada dasarnya mencari the best of best practices (de Vries, 2006), apakah melalui benchmarking dari perusahaan lain, atau dari pengembangan internal sendiri.

Studi dari Fujimoto (1994) juga menemukan bahwa ketangguhan perusahaan otomotif Jepang bersumber dari best practices yang konkret dan luas, antara lain Just In Time (JIT), Jidoka (kegiatan deteksi otomatis tentang kemungkinan efek pada produk), Total Quality Management (TQM), continuous improvement (atau kaizen), dan pengurangan "muda" (kegiatan yang tidak memberi nilai tambah), serta transfer komponen antarmesin. Semua itu merupakan keunggulan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku Cinta Indonesia